Kisah Sang Tikus

Thursday, September 30, 2010

Seekor tikus mengintip di balik celah di tembok untuk mengamati sang petani dan istrinya, saat membuka sebuah bungkusan. Ada makanan pikirnya? Tapi, dia terkejut sekali, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus. Lari kembali ke ladang pertanian itu, tikus itu menjerit memberi peringatan, "Awas, ada perangkap tikus di dalam rumah, hati-hati, ada perangkap tikus di dalam rumah!!"

Sang ayam dengan tenang berkokok dan sambil tetap menggaruki tanah, mengangkat kepalanya dan berkata, "Ya,, maafkan aku Pak tikus. Aku tahu ini memang masalah besar bagi kamu, tapi buat aku secara pribadi tak ada masalahnya. Jadi jangan buat aku sakit kepala-lah"

Tikus berbalik dan pergi menuju sang kambing. Katanya, "Ada perangkap tikus di dalam rumah, sebuah perangkap tikus dirumah!"

"Wah, aku menyesal dengar kabar ini." Si kambing menghibur dengan penuh simpati.
"Tetapi tak ada sesuatu pun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu senantiasa ada dalam doa-doaku!"

Tikus kemudian berbelok menuju si lembu.
"Oh? perangkapp tikus? Jadi saya dalam bahaya besar ya?" kata si lembu sambil ketawa, beleleran liur.

Lalu tikus itu kembali ke rumah, dengan kepala tertundun dan merasa beitu patah hati, kesal, sedih, terpaksa menghadapi perangkap tikus itu sendirian. Ia sungguh-sunggu sendiri.

Malam tiba, dan terdengar suara bergema di seluruh rumah, seperti bunyi perangkap tikus yang berjaya menangkap mangsa. Istri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan itu dia tak bisa melihat bahwa yang terjebak itu adalah seekor ular berbisa. Ular itu sempat mematuk tangan istri petani itu. Petani itu bergegas membawanya ke rumah sakit.

Si istri kembali ke rumah dangan tubuh menggigil demam. Dan sudah menjadi kebiasaan, setiap orang sakit demam, obat pertama adalah memberikan sup ayam segar yang hangat. Petani itu pun mengasah pisaunya dan pergi ke kandang, mencari ayam untuk bahan supnya.

Tapi, bisa itu sungguh jahat, si istri tak langsung sembuh. Banyak tetangga yang datang membesuk, dan tamu pun tumpah ruah ke rumahnya. Ia pun harus menyiapkan makanan dan terpaksa, kambing di kandang dia jadikan gulai. Tapi, itu tak cukup, bisa itu tak dapat ditaklukkan. Si istri mati, dan berpuluh orang datang untuk mengurus pemakaman, juga selamatan. Tak ada cara lain, lembu di kandang pun dijadikan makanan untuk puluhan pelayat dan peserta selamatan.

Kawan, apabila kamu dengar ada seseorang yang menghadapi masalah dan kamu pikir itu tidak ada kaitannya dengan kamu, ingatlah bahwa apabila ada "perangkap tikus" didalam rumah, seluruh "ladang pertanian" ikut menanggung resikonya. Sikap mementingkan diri sendiri lebih banyak keburukannya daripada kebaikannya.

Berkacalah Pada Diri Sendiri

Ketika dua cermin saling berhadapan, muncul pantulan yang tak terhingga. Begitulah bila anda mau bercermin pada diri sendiri. Akan anda temukan bayangan yang tak terhingga. Bayangan itu adalah kemampuan yang luar biasa, ketakterbatasan yang memberi kekuatan untuk menembus batas rintangan diri,. Berkacalah pada diri sendiri, dan temukan kekuatan itu.

Singkirkan cermin diri orang lain. Disana hanya terlihat kekurangan dan kelemahan anda yang akan menumpuk ketidakpuasan saja. Dan ini akan menjerumuskan anda kedalam jurang kekecewaan.

Anda bukan orang lain. Anda adalah anda yang memiliki jalan keberhasilan sendiri. Mulailah hari ini dengan menatap wajah anda. Carilah bayangan yang tak terhingga itu. Disana ada kekuatan yang akan membawa anda ke puncak keberhasilan.

Harga Waktu Ayah

Monday, September 27, 2010

Andre, seorang anak yang setiap sore selalu menanti kepulangan ayahnya dari kantor untuk sekadar mengajaknya bermain. Suatu sore, sepulang kerja, sang ayah ditanya oleh Andre, "Ayah, ayah kerja di kantor dibayar berapa sih sebulan?"

 Sembari mengernyitkan dahi si ayah menjawab, "Yaa.. Sekitar Rp. 2.500.000
"Kalau sehari berarti dibayar berapa , ya?" sela Andre.
Ayah mulai bingung, "Seratus ribu rupiah, ada apa sih? Kok tanya gaji segala!"
Akan tetapi, Andre tetap bertanya lagi, "Kalau setengah hari berarti Rp. 50.000 donk?"
"Iya, memangnya kenapa?" sahut sang ayah mulai jengkel.

Si anak dengan mantap mengajukan permohonan, "Gini, Yah! Tolong tambahin donk tabungan Andre, Rp. 5.000 saja. Soalnya Andre sudah punya tabungan sebesar Rp. 45.000. Rencananya, Andre mau membeli ayah setengah hari saja supaya kita bisa pergi memancing bersama!"

Diambil dari buku "Setengah Isi Setengah Kosong" karya Parlindungan Marpaung

Cobalah untuk merenung

Sediakan beberapa menit dalam sehari untuk melakukan perenungan. Lakukan di pagi hari yang tenang, segera setelah bangun tidur. Atau di malam hari sesaat sebelum beranjak tidur. Merenunglah dalam keheningan. Jangan gunakan pikiran untuk mencari berbagai jawaban. Dalam perenungan anda tidak mencari jawaban. Cukup berteman dengan ketenangan maka anda akan mendapatkan kejernihan pikiran. Jawaban berasal dari pikiran anda yang bening. Selama berhari-hari anda disibukkan oleh berbagai hal. Sadarilah bahwa pikiran anda memerlukan istirahat. Tidak cukup hanya dengan tidur. Anda perlu tidur dalam keadaan terbangun. Merenunglah dan dapatkan ketentraman batin.


Pikiran yang digunakan itu bagaikan sebuah air sabun yang diaduk-aduk dalam sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang diaduk dalam sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang tercampur semakin keruh air. Semakin cepat anda mengaduk semakin kencang pusaran. Merenung adalah menghentukan adukan. Dan membiarkan air berputar perlahan. Perhatikan partikel sabun itu satu persatu, menyentuh dasar gelas. Benar-benar perlahan. Tanpa suara. Bahkan anda mampu mendengar luruhnya partikel sabun. Kini anda mendapatkan air jernih tersisa di permukaan. Bukankah air yang jernih mampu meneruskan cahaya. Demikian halnya pikiran anda yang bening.

Relatif

Panggung 1:
Jauh disebuah dusun nelayan dengan bau laut yang kental. Seorang paman menanyakan kabar keponakannya yang telah lama pergi ke kota. Dengan bangga, ibunya menjawab, "syukurlah, sekarang hidup Bejo sudah enak. Dia kerja sebagai petugas kebersihan di gedung tinggi"

Panggung 2 :
Di sebuah gedung perkantoran di tengah kota yang sibuk. Seorang bos berdasi menanyakan tentang seorang pegawai yang tampak lusuh. Dengan gugup, manajernya menjawab, "Namanya Bejo pak! Pegawai rendahan di bagian kebersihan. Sayang, nasibnya tidak sebaik namanya"

Renungan :

Betapa relatifnya nilai suatu pekerjaan. Dari satu sudut panjang, sesuatu yang dibanggakan ternyata tak ubahnya cemoohan. Namun dari sudut lain, sebuah ejekan ternyata sumber harapan yang panjang. Begitulah bila pikiran mulai menilai-nilai apa yang disebut "kemujuran hidup", maka pada saat yang sama ia mamisah-misahkan orang ke dalam kelas-kelas yang berbeda. Pedahal, melalui tatapan hati nurani, tiadalah lebih berharga jabatan tinggi di hadapan jabatan rendah. Keika anda menghargai dan membebaskan diri dari peringkat-peringkat "keberuntungan hidup", disaat itu anda mampu mendengar biskan nurani.

Menyingkirkan Duri

Kita berbuat baik tentunya bukan untuk mengharapkan sesuatu. Karena kita sadar itulah peran yang harus kita mainkan. Adalah kewajiban kita untuk menyingkirkan duri di jalan yang sedang kita lalui, bukan saja agar tak melukai diri kita, namun untuk menjaga para pejalan lain.

Jadi, meski tak seorang pun mengucapkan terima kasih atas perbuatan baik anda, itu tak perlu mengecilkan arti kerja anda. Mungkin saja orang lain tak memahami kebaikan itu, karena mereka menganggap memang anda seharusnya lakukan itu. Maka, apalah artinya sebuah ucapan terima kasih. Biarkan saja kebaikan mengalir dari tangan anda. Dan biarkan benak anda terbebas dari perasaan berjasa. Temukan arti pesan sang bijak, biarkan derma dari tangan kanan seakan-akan tangan kiri tak mengetahuinya.

Bingkisan Dari Lubuk Hati

Ada ratusan toko berjajar di kota ini. Di dalamnya terpajang ribuan bahkan jutaan barang menarik untuk dibawa pulang. Anda hanya perlu sedikit kelapangan hati untuk membeli sebuah produk sederhana, mangemasnya secara hati-hati, menyisipkan secarik ucapan, dan memberinya sebagai bingkisan kepada rekan kerja sekantor yang telah menjalin kerja baik selama ini. bukan soal berapa uang yang harus anda belanjakan, namun seberapa panjang hubungan yang ingin anda rajut dengan mereka.

Berikan bingkisan sebagai tanda penghargaan dan terima kasih pada rekan kerja anda. Anda mungkin tak mampu menjadi rekan kerja yang baik, atau bukan teman bicara yang mengerti keluh kesah sahabat. Anda mungkin bukan pemimpin yang baik, yang belum bisa menyediakan lingkungan kerja yang menyenangkan, atau memberikan upah yang mencakupi seluruh kebutuhan mereka, namun anda bisa berikan sekotak bingkisan dari lubuk hati anda. Percayalah, sesuatu yang berasal dari hati akan selalu singgah di hati pula.

Bebagi

Sunday, September 26, 2010

Sepasang suami istri yang berusia lanjut, suatu kali mengunjungi kantor pusat untuk bernostalgia tentang suka duka ketika mereka masih aktif bekerja dahulu. Kesempatan bernostalgia ini rupanya dimanfaatkan mereka untuk menikmati sop buntut yang tersohor di kantin, dalam kantor pusat tersebut. Kebetulan, ketika itu jam makan siang sehingga banyak pegawai yang santap siang disana.

Suami istri ini lalu masuk antrean untuk memesan sop buntut. Mereka memesan satu porsi sop buntut beserta nasinya, dan dua gelas es teh manis serta sebuah piring kosong dan mangkuk. Semua yang melihat mereka heran. Sepasang suami istri ini hanya memesan satu porsi. Bahkan, beberapa pegawai lain iba melihat betapa menderitanya nasib pensiunan ini sehingga untuk makan siang di kantin saja hanya memesan satu porsi. Sang suami lalu membagi nasi menjadi dua bagian, demikian pula sop buntutnya. Satu bagian untuk dirinya dan bagian lain diserahkan kepada isrinya. Mulailah mereka makan. Namun, yang makan adalah suami dulu, sementara sang istri dengan tersenyum menunggu dan menatap kekasihnya makan.

Seorang pegawai tiba-tiba bangkit berdiri dan berjalan menuju meja mereka. Dengan rasa iba, pegawai ini menawarkan kepada pasangan suami istri ini satu porsi lagi sop buntut gratis, ia yang mentraktir. Dia merasa tidak tahan melihat sepasang suami istri ini, sementara ia sendiri hidup berkecukupan. Namun, tawaran pegawai ini ditolak secara halus sambil tersenyum oleh pasangan ini menggunakan bahasa isyarat.

Sang suami pun kembali melanjutkan santap siangnya, sementara sang istri hanya menatap sambil tersenyum hingga sop buntut bagiannya menjadi dingin. Setelah beberapa lama, kembali si pegawai yang berkecukupan gelisah melihat tingkah laku pasangan ini. Sang istri ternyata tidak makan, hanya menunggu sang suami makan. Betapa cintanya sang istri kepada sang suami hingga rela berkorban menunggu sang suami selesai makan.

Kembali, pegawai tadi dengan rasa penasaran mendatangi sang ibu dan bertanya, "Ibu, saya melihat ibu hanya menunggu bapak makan sementara ibu sendiri tidak makan. Kalau boleh tahu, apakah yang ibu tunggu?" Dengan tersenyum sang ibu menjawab, "Yang saya tunggu adalah gigi, sementara ini masih dipakai bapak!"

Diambil dari buku "Setengah Isi Setengah Kosong" karya Parlindungan Marpaung 

Janganlah Memaksa

Saturday, September 25, 2010

Seorang nenek sedang berjalan-jalan sambil menggandeng cucunya dijalan pinggiran pedesaan. Mereka menemukan seekor kura-kura. Anak itu mengmbilnya dan mangamatinya. Kura-kura itu segera menarik kaki dan kepalanya masuk di bawah tempurungnya. Si anak mencoba membukanya secara paksa.

"Cara demikian tidak pernah berhasil, nak!" kata nenek, "Saya akan mencoba mengajarimu."

Mereka pulang. Sang nenek meletakkan kura-kura itu di dekat perapian. Beberapa menit kemudian, kura kura itu mengeluarkan kaki dan kepalanay sedikit demi sedikit. Ia mulai merangkak bergerak mendekati si anak.

"Janganlah mencoba memaksa melakukan segala sesuatu, nak!" nasihat nenek, "Berilah kehangatan dan keramahan, ia akan menanggapinya"

Singkirkan Ketakutan

Friday, September 24, 2010

Jalan keberhasilan ini adalah milik anda. Pada saat anda menyadari bahwa anda bertanggungjawab penuh atas segala sesuatunya, dan nda tak menemukan alasan apa pun untuk menyalahkan orang lain, di saat itulah anda menemukan jalan anda sendiri. Di saat itulah anda menyadari kebebasan dan hilangnya ketakutan. Hanya anda yang mampu memikul hidup anda, bukan orang lain

Bila anda manganggap hidup adalah suatu tugas, tunaikanlah. Bila anda menganggap hidup adalah beban, pikullah. Bila anda menganggap hidup adalah harta karun yang tak terhingga, berbagilah. Kerjakan yang terbaik dari diri anda. Tujuan hidup akan anda temukan di saat anda menjalani perjalanan anda. Dan yang terpenting, anda tak kan menemukan apa-apa bila diam tak melakukan sesuatu pun

Ikan Kecil dan Air

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, "lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati"

Pada saat bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil berenang dari hulu sampai hilir sungai sambil bertanya keada setiap ikan yang ditemuinya, "Hai, tahukan kamu dimana air? aku telah mendengarkan percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati"

Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk menemui ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, "Dimanakah air?"

Jawab ikan sepuh, "Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya, Memang benar, tanpa air kita akan mati"
Apa arti cerita tersebut bagi kita. Manusia terkadang mengalami stuasi seperti si ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, pedahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.

Kasih Orang Tua

Thursday, September 23, 2010

Kenanglah kedua orang tua anda. Biasanya, di saat orangtua kita masih hidup, tidak mudah bagi kita untuk menghargai kasih sayang mereka. Pedahal mereka menebar cinta mereka dalam setiap desah nafas, gerak bibir, dan ayunan langkah mereka. Tak ada yang mereka pekirkan begitu penting selain keluarga mereka, anak cucu mereka, penerus keberlangsungan karya mereka di dunia ini. Bahkan dalam amarah, kekecewaan dan kesedihan mereka selimuti dengan kasih sayang.

Bagi kita, ini mungkin nasihat orang tua yang sudah terlalu sering terdengar. Namun, tak pernah usang, karena orang tua selalu dilahirkan jaman. Mengenang orang tua sebenarnya mengenang keberadaan diri kita sendiri. Kita terlahir dari buah kasih sayang. Kita tumbuh dalam naungan kasih sayang, kita pun ditinggalkan dengan lambaian kasih sayang. Memang tak ada yang terlambat, namun sebelum hati terdalam anda menyesal, kasihanilah orangtua anda. Bagi mereka balasan ini jauh lebih berharga dari apapun yang pernah diperolehnya. Bagi mereka, itulah bekal sebaik-baiknya untuk menikmati usia senja mereka.

Selalu Ada Sisi Baik

Wednesday, September 22, 2010

Jadi pihak yang selalu optimis dan berusaha untuk melihat kesempatan di setiap kegagalan. Jangan bersikap pesimis yang hanya melihat kegagalan di setiap kesempatan. Orang optimis melihat donat, sedangkan orang pesimis melihat lubangnya saja.

Anda dapat mengembangkan keberhasilan dari setiap kegagalan. Keputusasaan dan kegagalan adalah dua batu loncatan menuju keberhasilan. Tidak ada elemen lain yang begitu berharga bagi anda jika saja anda mau mempelajari dan mengusahakannya bekerja untuk anda.

Pandanglah setiap masalah sebagai kesempatan. Hanya bila cuaca cukup gelaplah anda bisa melihat bintang.

Pertunjukan Akhir

Seorang pemain sirkus memasuki hutan untuk mencari anak ular yang akan dilatih bermain sirkus. Beberapa hari kemudian, ia menemukan beberapa anak ular dan mulai melatihnya. Mula-mula anak ular itu dibelitkan pada kakinya. Setelah ular itu menjadi besar ia dilatih untuk melakukan permainan yang lebih berbahaya, dintaranya menbelit tubuh pelatihnya.

Sesudah berhasil melatih ular itu dengan baik, pemain sirkus itu mulai mengadakan pertunjukan untuk umum. hari dmei hari jumlah peontonnya semakin banyak. Uang yang diterimanya semakin besar. Suatu hari, permainan segera dimulai. Atraksi demi araksi silih berganti. Semua penonton tidak putus-putusnya bertepuk tangan menyambut setiap pertunjukan. Akhirnya tibalah acara yang mendebarkan, yaitu permainan ular. Pemain sirkus memerintahkan ular itu membelit tubuhnya. Seperti biasa, ular itu melakukan apa yang diperintahkan. Ia mulai melilitkan tubuhnya sedikit demi sedikit pada tubuh tuanya. Makin lama makin keras lilitannya. Pemain srkus kesakitan. Oleh karena itu ia lalu memrintahkan agar ular melepaskan ilitannya, tetapi ia tidak taat. Sebaliknya ia semakin liar dan lilitannya semakin kuat. Para penonton menjadi panik, Ketika jeritan yang sangat memilukan terdengar dari pemain sirkus itu, dan akhirnya ia meninggal.


Renungan:

Kadang- kadang dosa terlihat tidak membahayakan. Kita merasa tidak terganggu dan dapat mengendalikannya. Bahkan kita merasa bahwa kita udah terlatih untuk mengatasinya. Tetapi pada kenyataannya, apabila dosa itu telah mulai melilit hidup kita, sukar dapat melepaskan diri lagi daripadanya.

Kisah Seekor Belalang

Monday, September 20, 2010

Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat menikmati kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dari dirinya.

Dalam penaaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, "mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh, pedahal kita tidak jauh berbeda dari usia dan bentuk tubuh?".

Belalang itupun menjawabnya dengan pertanyaan, "dimanakah engkau selama ini tinggal? Karena semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan". Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang membuat lompatannya tidakj sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Renungan :

Kadang-kadang kita sebagai manusia, tanpa sadar pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan yang beruntun, perkataan teman atau pendapat tetangga, seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang membatasi semua kelebihan kita. Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apapun yang mereka voniskan kepada kita tanpa pernah berpikir benarkah anda separah itu? Bahkan lebih buruk lagi, kita lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tidakkah anda pernah mempertanyakan kepada nurani bahwa anda bisa "melompat lebih tinggi dan lebih jauh" kalau anda menyingkirkan "kotak" itu? Tidakkah anda ingin membebasakan diri anda agar anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini anda anggap diluar batas kemampuan anda?

Beruntung sebagai manusia kita dibekali tuhan kemampuan untuk berjuang, tidak hanya menyerah begitu saja pada apa yang kita alami. Karena itu teman, teruslah berusaha mencapai apapun yang anda ingin capai. sakit memang, lelah memang, tapi bila anda sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar.

Kehidupan anda akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup pilihan anda. Bukan cara hidup seperti yang mereka pilihkan untuk anda.

Lingkaran Waktu yang Tiada Berujung

Sunday, September 19, 2010

Betapa hebatnya waktu mengatur kita. Ketika lonceng jam usai kerja berdering, tanpa diperintah segera kita berkemas. Menyimpan kertas dan pensil dalam laci, lalu  meninggalkannya jauh-jauh. Seolah semua persoalan telah terpecahkan untuk hari itu. Pedahal masalah tetap terjaga selagi kita pejamkan mata.

Namun, esok hari, ketika lonceng jam mulai kerja berdentang, semua tumpukan masalah kita aduk, seolah ia terlampau banyak tidur semalam. Perselisihan pun bolehlah dilanjutkan kembali. Ah, betapa hebatnya waktu menghibur kita. Betapa bergairahnya waktu membangunkan kita.

Saat kita mengatur waktu, sesungguhnya kita pun mengatur pikiran, emosi, dan perasaan kita. Karena waktu adalah lingkaran dimana kehidupan kita berjalan,  kita atur waktu untuk mengatur kehidupan.

Kita rayakan sesuatu karena kita ciptakan hari besar. Kita heningkan diri kita karena kita tegakkan kesyahduan. Dan, semua itu kita rangkai dalam jalinan waktu. Maka, hanya mereka yang tak kenal akan waktu yang terjerat dalam persoalan tidak berujung

Pikiran yang Membelenggu

Saturday, September 18, 2010

Hampir seluruh persoalan hidup bermula dari ketidakmauan kita menerima hidup ini apa adanya. Kita tak mampu berkompromi pada kenyataan. Kita tak sudi melepaskan kecamata paradigm dan melihat realitas secara sederhana. Kita lebih suka bermain-main dengan persepsi. Kita lebih senang berlindung membenarkan pikiran diri sendiri. Pedahal itu adalah bentuk lain dari belenggu sehari-hari.

Mari sejenak kita pejamkan mata. Menemukan kesejukan pikiran
Menggali ketentraman perasaan. Menyentuh jiwa yang tenang.
Menekuri setiap tarikan nafas. Menyadari keberadaan kita di bumi ini.
Meneguhhkan kembali ikrar kita pada semesta yang agung; ikrar untuk mencurahkan yang terbaik bagi hidup ini, dan membiarkan tangan-tanganNya menuntun setiap gerak kita sehari-hari.